Sebelumnya, Kementerian PAN-RB telah mengeluarkan surat edaran dengan nomor B/185/M.SM.02.03/2022. Surat yang ditandatangani oleh Menteri Tjahjo Kumolo pada 31 Mei 2022 itu berisikan kebijakan terkait penghapusan status tenaga honorer selambat-lambatnya pada 28 November 2023.
Penghapusan tenaga honorer merupakan bagian dari bentuk pelaksanaan reformasi birokrasi yakni penataan SDM Aparatur.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas menyampaikan bahwa kebijakan penghapusan status tenaga honorer mendapat banyak penolakan dari Pemerintah Daerah. Salah satu alasannya, Pemerintah Daerah mengaku keberatan menanggung beban biaya gaji ASN Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) setelah diangkat dari status tenaga honorer.
Besaran gaji PPPK mengacu pada upah minimum regional (UMR). Sedangkan honorer, besaran gajinya tak diatur sehingga bebas ditetapkan oleh Pemerintah Daerah masing-masing.
Anas menjelaskan, sebelum adanya status PPPK, Pemerintah Daerah masih sanggup menyediakan anggaran gaji. Tapi, begitu hadir PPPK, anggaran Pemerintah Daerah tersedot sampai 30 persen untuk gaji pegawai.
Ini yang jadi masalah. Akibatnya, banyak jalan rusak di daerah karena anggarannya sudah tersedot ke gaji PPPK,
Ujar Anas selaku Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (PAN-RB)
Menurut Anas, pihaknya kini sedang menyiapkan solusi jalan tengah, yakni memperbolehkan Pemerintah Daerah merekrut tenaga honorer baru hingga masa jabatan kepala daerahnya berakhir. Tetapi, solusi ini belum ditetapkan secara resmi, masih dalam tahap pembahasan lebih lanjut.
Ini solusi, kira-kira begitu. Kalau tidak ada solusi marah semua bupati,
tegasnya dalam Rapat Kerja dengan Komite I DPD RI, Senin (12/9/2022).
Saat ini, Pemerintah tengah mempersiapkan aturan agar bisa menjadi alternatif jangka pendek.